Antara Ketuntasan Materi Dan Pemahaman Ibadah Terhadap Siswa

Oleh: Muhammad Busro

Dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) setiap guru dintuntut untuk bisa menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang telah dijabarkan dalam Silabus, Prosem dan Prota sebagai patokan agar tidak keluar dari kurikulum yang telah ditentukan. Dalam KBM tersebut, disamping pengajar menyesuaikan dengan kurikulum, disisi lain juga diharuskan menuntaskan materi pembelajaran dengan tujuan agar ketika ulangan atau ujian tidak ada keluhan dari siswa disebabkan adanya materi ulangan yang disodorkan belum dipelajari.
Menuntaskan materi pelajaran menjadi acuan awal yang ditekankan kepada seluruh pengajar di bidang studi masing-masing. Hanya saja sistem yang demikian bisa jadi menjadi semacam "kejar tayang" dengan mengesampingkan kwalitas penyerapan oleh siswa. Sebab yang menjadi target adalah bagaimana pelajaran bisa tuntas, tanpa memikirkan apakah siswa sudah menyerap pelajaran dengan baik atau tidak. Jika hal demikian benar adanya, jelas hal itu sangat bertolak belakang dengan tujuan pendidikan, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45 "menciptakan kader yang beriman,bertaqwa serta berakhlaq mulia". Dengan kata lain bahwa dalam pelajaran fiqih, ketuntasan materi tidak bisa dijadikan acuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut.


Pelajaran Fiqih, merupakan salah satu dari sekian pelajaran yang juga dintuntut untuk bisa tuntas. Materi fiqih Tingkat SMP/MTs antaranya adalah, masalah air serta pembagianya, masalah najis dan pembagiannya serta masalah shalat dari shalat fardhu hingga shalat sunah,kemudian masalah muamalat hingga masalah haji dan umrah. JIka melihat komponen materi yang ada, tujuannya jelas, bagaimana agar siswa dapat memahami dan melaksakan ibadah dengan benar, baik cara bersuci maupun shalatnya, baik dalam melakukan transaksi jual beli hingga pemahaman pelaksanaan haji dan umrah.



Namun jika memahami realita yang ada, ditempat saya, rata-rata siswa yang baru masuk di tinggkat SMP/Mts merupakan siswa yang masih buta dalam hal ibadah. sangat tragis memang, jika siswa setingkat SMP/MTs banyak yang belum tau bacaan niat wudhu dan niat shalat.
Memahami pengetahuan siswa yang "nol putul", rasanya sulit untuk bisa menuntaskan materi ajaran yang telah ditekankan. Bayangkan saja, untuk memahami dan bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan benar, mulai dari wudhu' hingga shalat tidak serta merta bisa selesai dalam waktu setengah semester. Hal ini disebabkan, Pertama, mungkin dalam lingkungan keluarga kurang penekanan bahkan mungkin tidak mengajarkan atau mengarahkan puta/putrinya baribadah. Kedua, jam pelajaran untuk materi fiqih cuma dua (2) jam dalam seminggu/2x30=60 menit, untuk menghafalkan bacaan niat wudhu hingga do'a sesudah wudhu saja waktu yang begitu pendek tidaklah cukup. Ketiga, rata-rata siswa tidak tahu cara membaca bahasa arab, sehingga juga butuh pengajaran cara membaca yang benar juga. Sememtara untuk memahami butuk metode hafalan dan praktek, seperti yang biasa dilakukan di lingkungan pesantren atau di mushalla yang biasanya tenaga pengajarnya kebanyakan juga keluaran pesantren. Lain halnya dalam lingkungan pesantren, yang nota bene dalam keseharian memang diajarkan dalam hal ibadah, dan itu menggunakan waktu diluar jam pelajaran formal.

Melihat kondisi yang demikian, mau tidak mau, penekanan terhadap siswa dalam ibadah, mulai dari wudhu hingga shalat merupakan hal yang paling signifikan untuk dijadikan patokan utama dalam pengajaran. Apalagi ibadah merupakan kunci dasar terhadap baik dan buruknya perkembangan siswa, "shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar". Guru saya KH.Qosim Bukhari, Pengasuh PPRU 2 Putukrejo Gondanglegi, juga pernah berkata "jika kamu ingin baik dalam hidup, jangan pernah tinggalkan shalat". Bagaimana mungkin siswa dapat melaksanakan ibadah jika tidak mengetahui bacaan shalat. syukur-syukur kalau mau melaksanakanya.

Rasanya kurang bijak, jika memaksakan ketuntasan materi pelajaran sementara siswa dibiarkan buta dalam hal ibadahnya, karena selain pesantren dan mushalla, pihak sekolah menjadi garda terdepan untuk mengemban amanat itu. "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpin". Wassalam

2 komentar: