Habib Husein Bin Abu bakar Al-Idrus Kramat Luar batang

Kumuh,  mungkin kata itu yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kondisi lingkungan ini. Luar batang namanya. Sebuah nama jalan di kawasan Penjaringan Jakarta Utara. Namun, dalam kawasan tersebut ada sebuah masjid. Masjid yang bukan hanya sekedar masjid. Letaknya berada diantara pemukiman warga. Yang membuat berbeda di masjid itu ialah adanya dua buah makam seorang Wali Allah yang terkenal dizamanya. Beliau ialah Habib Husin bin Abubakar Alaydrus dan Haji Abdul Kadir murid beliau.

Selain untuk menunaikan ibadah sholat lima waktu, masjid ini juga ramai dikunjungi orang dengan tujuan berziarah ke makam sang Wali Allah yang tepat berada di samping bangunan masjid tersebut. Malam jum’at kliwon ribuan orang datang berziarah ke makam yang sudah di anggap keramat ini. Alas an orang berziarah ke makam tersebut antara lain memanjatkan doa bagi sang Wali, dan mengaharap keberkahan serta Ridho Allah SWT.

Banyak orang bertanya mengenai awal mulanya Kramat Luar Batang itu. Nama Luar Batang berawal dari sang Pendakwah yang berasal dari Timur Tengah. Habib Husin bin Abubakar Alaydrus namanya. Beliau lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut Yaman. dilahirkan sebagai anak yatim, yang dibesarkan oleh seorang ibu dimana sehari-harinya hidup dari hasil memintal benang pada perusahaan tenun tradisional. Beliau kecil sungguh hidup dalam kesederhanaan.

Setelah memasuki usia belia, sang ibu menitipkan habib husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima tempaan pembelajaran thariqah. Ditengah-tengah kehidupan diantara murid-murid yang lain, tampak habib Husein memiliki perilaku dan sifat-sifat yang lebih dari temanya.

Waktu demi waktu berlalu, kini beliau telah menginjak usia dewasa. Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka mensiarkan islam ke belahan bumi Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at.

Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan dari salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India , maka beliau menghampiri sang ibu untuk meminta ijin. Ibunya tidak mengizinkan beliau untuk dakwah kewilayah lain dan mengurungnya disebuah kamar. Maksud sang ibu agar beliau melupakan niatnya untuk dakwah kenegara lain. Lalu sang ibu meminta tolong kepada beliau untuk mengerjakan pintalan benang yang ada di kamar tersebut. Seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya maka beliau menyanggupi apa yang diperintahkan ibunya. Hari mulai gelap, ibunya pun menyiapkan beliau makan malam. Gelap berganti terang sang Ibupun membuka pintu kamar hendak melihat anaknya. Ibunya heran karena makanan yang telah disediakan masih utuh belum dimakan sama sekali. Lalu sang Ibu kaget melihat hasil pintalan benang begitu banyaknya. Dalam benaknya terpikir bagaimana mungkin hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, bisa hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib Husin dijumpai dalam keadaan tidur pulas disudut kamar.

Kejadian ini pun diceritakan kepada guru thariqah yang membimbing anaknya tersebut. Mendengar cerita itu sang guru berkata “Sungguh Allah berkehendak pada anakmu, untuk diperoleh derajat yang tinggi disisiNya”. Hendaknya ibu berbesar hati dan tidak terlalu keras kepadanya, rahasiakan segala sesuatu yang terjadi pada anakmu.

Akhirnya walau dengan berat hati, seorang ibu harus melepaskan dan merelakan kepergian puteranya. Habib Husein mencoba membesarkan hati ibunya lalu berkata, “janganlah takut dan berkecil hati, apapun akan ku hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Ia bersama kita”. Akhirnya Habib Husein berangkat menuju daratan India.

Sampailah Habib Husein disebuah kota bernama “Surati” atau lebih di kenal kota Gujarat. Pada masa itu penduduknya mayoritas memeluk agama Budha. Dari situlah beliau mulai mensyiarkan Islam di kota tersebut dan sekitarnya.Daerah itu sangat kering dan tandus karena telah bertahun-tahun tidak diguyur hujan dan mayoritas masyarakatnya mengidap penyakit kulit. Melihat wilayahnya didatangi orang asing, pertama yang ada dibenak sang kepal suku ialah bahwa orang asing tersebut merupakan titisan dewa. Sang kepala suku pun bertanya kepada Habib Husein mengenai tujuanya datang ketempat ini. Habib husein pun menjawab dengan penuh rasa hormat, “saya datang ke wilayah ini untuk dakwah agama islam”. Mendengar perkataan beliau, sang kepala suku pun memberi syarat kepadanya. Kepala suku menantang beliau untuk mendatangkan hujan agar wilayahnya subur dan penyakit yang diderita masyarakatnya sembuh. Permintaan tersebut disambut baik oleh Habib, lalu beliau mengadakan perjanjian kepada kepala suku dan masyarakat. Jika turun hujan, maka semua masyarakat tersebut bersyahadat masuk dalam ajaran agama islam. Perjanjian pun telah disepakati kedua belah pihak. Lalu habib Husein memerintahkan beberapa orang dari mereka untuk menggali sumur dan sebuah kolam. Setelah itu beliau bermunajad memohon kepada Allah agar diturunkan hujan. Tak lama kemudian dengan kekuasaan Allah, hujan turun dengan derasnya, wilayah yang tadinya tandus kini menjadi subur dan hijau. Masyarakat yang mengidap penyakit kulit sehat kembali dengan mandi di kolam yang dibuatnya. Dan pada akhirnya kepala suku beserta masyarakatnya mengucapkan syahadat menandakan mereka telah masuk agama islam.

Tak lama kemudian beliau melanjutkan perjalanannya menuju Asia Tenggara. Dengan berat hati masyarakat Gujarat melepas kepergian beliau untuk dakwah. Setelah lama mengarungi lautan sampailah beliau di pulau Jawa, dan menetap di kota Batavia, sebutan Jakarta tempo dulu. Batavia adalah pusat pemerintahan Belanda, dan memiliki pelabuhan yang dikenal dengan nama Sunda Kelapa. Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan teramai dan terbesar dizamanya. Pada tahun 1736 M Habib Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta.

Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampar didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka beliau dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun berguru kepada Habib Husein. Disini tempat persinggahan terakhir dalam mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat pengembangan agama islam. Banyak orang silaturahmi dan belajar agama islam kepada beliau. Tidak hanya bersilaturahmi dan belajar ilmu agama saja, ada sebagian orang yang datang dengan tujuan minta didoakan tentang masalah yang dihadapi. Masyarakat yang berkunjung bukan saja berasal dari daerah sekitarnya, melainkan juga datang dari wilayah lain.

Melihat pesatnya pertumbuhan dan minat orang yang datang untuk belajar agama Islam ke Habib Husein mengundang kesinisan dari pemerintah VOC Belanda, yang di pandang akan menggangu ketertiban dan keamanan. Pemerintah Belanda pun tidak tinggal diam atas kejadian tersebut, akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya di jatuhi hukuman, dan ditahan di penjara Glodok. Bangunan tersebut juga dikenal dengan sebutan “seksi dua”. Rupanya dalam tahanan tersebut, Habib Husein ditempatkan dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan pengikutnya ditempatkan di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.

Polisi penjara atau sipir dibuat terheran-heran karena ditengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan penjara besar. Beliau memimpin shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang subuh masyarakat di luar pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya dalam waktu yang bersamaan pula polisi penjara tersebut melihat Habib Husein tidur nyenyak di kamar ruangan yang sempit itu, dalam keadaan tetap terkunci.

Dari kejadian tersebut berkembang omongan yang menjadi buah bibir dikalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan, akhirnya pemerintah Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib Husein beserta semua pengikutnya dibebaskan dari tahanan.Kejadian tersebut merupakan karomah. Istilah karomah secara estimologi dalam bahasa arab berarti mulia, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (terbitan balai pustaka, Jakarta 1995, hal 483) menyebutkan karomah dengan keramat, diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan sebagai khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada seseorang wali Allah. Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan tingkah laku seseorang, yang merupakan anugrah Allah karena ketakwaannya.

Peristiwa lain yang menjadi bukti bahwa beliau merupakan Wali Allah yang memiliki karomah yang diberikan ialah Mengislamkan tawanan. Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh kedatangan seorang yang berlari padanya karena di kejar oleh tentara VOC. Dengan pakaian basah kuyub, ia meminta perlindungan karena akan dikenakan hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa. Keesokan harinya datanglah pasukan tentara berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang dikejarnya. Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata : “Aku akan melindungi tawanan ini dan aku adalah jaminannya”. Rupanya ucapan tersebut sangat di dengar oleh pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi, sedangkan tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya ia memeluk Islam. Menurut cerita dari Habib Ismail yang merupakan keturunan Alaydrus, pasukan VOC menundukan kepalanya dikarenakan ada dua ekor harimau yang ada dipundak habib husein. Yang merupakan Qodam atau pembantu gaib habib husein. “Belanda takut sebab ada dua macan dipundak habib husein”, ungkap habib Ismail sambil tersenyum..

Berlanjut setelah orang tionghoa bersyahadat memasuki agama islam, pada suatu hari Habib Husein dengan ditemani oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul Kadir duduk berteduh di daerah Gambir. Disaat mereka beristirahat lewatlah seorang Sinyo. Sinyo merupakan sebutan bagi anak seorang Belanda pada saat itu. Sikap santai yang ada pada dirinya, Sinyo tersebut berjalan mendekat ke Habib Husein. Seketika Habib Husein menghentakan tangannya ke dada anak Belanda tersebut. Si Sinyo pun kaget dan berlari ke arah pembantunya. Dengan cepat Habib Husein meminta temannya untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini. Seiring berjalannya waktu, anak Belanda itu melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Sekian lama ia belajar, akhirnya sinyo pun mengakhirkan pendidikanya dari Belanda. Kemudian setelah lulus, pemerintah Belanda memberikan kepercayaan kepada sinyo tersebut, lalu ia di angkat menjadi Gubernur Batavia. Spontan sinyo tersebut ingat kepada habib husein yang mengatakan bahwa ia akan menjadi pembesar dinegeri ini.

Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya telah diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar di negeri ini, ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu menerima wasiat dari ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Sang ayah wasiatkan kalau memang apa yang dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan anaknya diminta agar membalas budi dan jangan melupakan jasa Habib Husein. Akhirnya Sinyo yang menjadi Gubernur Batavia tersebut menghadiahkan beberapa karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterima oleh habib husein, tetapi setelah diberikan lalu dibuangnya ke laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya, Habib Husein selalu menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut. Gubernur yang memberi uang menjadi penasaran dan akhirnya bertanya mengapa uang pemberiannya selalu di buang ke laut. Dijawab oleh Habib Husein bahwa uang tersebut dikirimkan untuk ibunya ke Hadromaut, Yaman Selatan.

Sang Gubernur itu dibuatnya penasaran, akhirnya diperintahkan penyelam untuk mencari karung yang berisi uang yang diberikan ke habib husein lalu di buang ke laut. Penyelam yang diperintahkan mencari, tak satu pun menemukan uang yang dibuang kelaut tersebut. Selanjutnya Gubernur Batavia tetap berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian ganjil tersebut, maka ia mengutus seorang ajudan ke negeri Yaman untuk bertemu dan menanyakan kepada ibunda Habib Husein. Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada jam, hari dan tanggal yang sama. Dari kejadian tersebut sang Gubernur meyakinkan bahwa habib husein bukan orang sembarangan.

Dari kejadian tersebut, Gubernur Batavia sangat penuh perhatian kepada Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein. Jawabnya : “Saya tidak mengharapkan apapun dari tuan.” Akan tetapi Gubernur itu sangat bijak, di hadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai tempat tinggal dan peristirahatan yang terakhir..

Habib Husein telah di panggil oleh Allah dalam usia muda, ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Meninggal pada hari kamis tanggal 17 Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. Masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal habib husein pun merasa sangat kehilangan. Dan sesuai dengan peraturan yang ada pada masa itu, bahwa setiap orang asing harus di kuburkan di pemakaman khusus yang terletak di Tanah Abang. Sebagaimana layaknya orang yang meninggal, setelah di mandikan, dikafankan, dan disholatkan, jenazah Habib Husein di usung dengan kurung batang (keranda) untuk dikuburkan. Ternyata sesampainya di pemakaman Tanah abang, jenazah Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya jenazah Habib Husein kembali berada di tempat tinggal semula yaitu dirumahnya.

Dalam bahasa lain jenazah Habib Husein keluar dari kurung batang, pengantar jenazah mencoba kembali mengusung jenazah Habib Husein ke pekuburan yang dimaksud sampai tiga kali bolak-balik, namun demikian jenasah Habib Husein tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula. Akhirnya para pengantar jenazah memahami dan bersepakat untuk memakamkan jenazah Habib Husein di tempat yang merupakan tempat rumah tinggalnya sendiri. Dari kejadian ketika jenazah habib husein tidak terdapat dalam kurung batang atau berada diluar kurung batang, maka kemudian orang menyebutnya “Kampung Baru Luar Batang” dan kini dikenal sebagai “Kampung Kramat Luar Batang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar