Dalam perspektif tauhid, Qadla’ dan Qadar didefinisikan berbeda oleh beberapa pendapat.
Kalangan Asy’ariyah mendefinisikan qadha’ sebagai kehendak Alloh dizaman azali (dahulu tanpa ujung permulaan) pada hal-hal yang akan terlaksana secara nyata kelak dikemudian hari. Sedangkan qadar didefinisikan sebagai realisasi dari rencana Alloh atas semua hal sesuai dengan ketentuanya (materi, sifat dan kondisi) serta sesuai dengan ‘ilm Alloh (sifat ilmu Alloh).
Sedangkan Maturidiyah secara kontradiktif memaparkan sebuah pengertian, bahwa qadla’ adalah perbuatan Alloh dengan disertai penetapan dan qadar merupakan ketentuan Alloh atas makhluk dengan sebuah sifat yang akan terealisasi nanti, seperti halnya kebaikan, kemanfaatan, ketentuan waktu dan tempat, ketaatan serta kemaksiatan.
Kedua versi diatas meskipun kelihatab kontradiktif, namun sebenarnya ada titik kesepakatan, bahwa qadla’ dan qadar secara keseluruhan adakalanya merupakan sifat zat (representasi sifat ‘ilmu yang dimiliki Alloh) dan ada yang merupakan sifat fi’li (realisasi sebuah ketentuan). Hanya saja mereka berbeda dalam menamakan satu persatunya dengan nama qadla’ ataukah qadar.
Definisi diatas berangkat dari sebuah firman Alloh QS. Al-Qomar : 49
“inna kulla syai’in kholqnahu biqadarin” (sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran)।
Kalangan Asy’ariyah mendefinisikan qadha’ sebagai kehendak Alloh dizaman azali (dahulu tanpa ujung permulaan) pada hal-hal yang akan terlaksana secara nyata kelak dikemudian hari. Sedangkan qadar didefinisikan sebagai realisasi dari rencana Alloh atas semua hal sesuai dengan ketentuanya (materi, sifat dan kondisi) serta sesuai dengan ‘ilm Alloh (sifat ilmu Alloh).
Sedangkan Maturidiyah secara kontradiktif memaparkan sebuah pengertian, bahwa qadla’ adalah perbuatan Alloh dengan disertai penetapan dan qadar merupakan ketentuan Alloh atas makhluk dengan sebuah sifat yang akan terealisasi nanti, seperti halnya kebaikan, kemanfaatan, ketentuan waktu dan tempat, ketaatan serta kemaksiatan.
Kedua versi diatas meskipun kelihatab kontradiktif, namun sebenarnya ada titik kesepakatan, bahwa qadla’ dan qadar secara keseluruhan adakalanya merupakan sifat zat (representasi sifat ‘ilmu yang dimiliki Alloh) dan ada yang merupakan sifat fi’li (realisasi sebuah ketentuan). Hanya saja mereka berbeda dalam menamakan satu persatunya dengan nama qadla’ ataukah qadar.
Definisi diatas berangkat dari sebuah firman Alloh QS. Al-Qomar : 49
“inna kulla syai’in kholqnahu biqadarin” (sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran)।
Mengenai pengertian qadar dalam ayat ini, para ulama berbeda pandangan dalam mengartikanya, ada beberapa kemungkinan yang mereka तावार्कन.
Pertama, qadar dalam artian al-miqdar, yaitu kadar atau jumlah. Pengertian ini merujuk pada sebuah ayat lain dari QS.Ar-Ra’d : 8
“wakullu syai’in ‘indahu bimiqdarin” (Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukuranya)
Dalam ayat ini Alloh swt secara tegas mengungkapkan, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini punya kadar atau jumlah, baik dalam zat maupun sifat. Misalnya kadar dalam zat yaitu ukuran sebuah benda atau partikel-partikel yang sering disebut dengan atom. Kalau dilihat dari indra kita, seakan atom tidak mempunyai ukuran. Namun tidak demikian, karena bisa dianalisa bahwa tatkala benda tersebut punya kadar tertentu, pasti atom-atom sebagai penyusunya juga punya kadar dan ukuran tertentu. Sedangkan kadar dalam sifat adalah adanya batas masa kelangsungan hidup atau batas masa edaran benda-benda angkasa.
Kedua, qadar dalam artian Al-taqdir, yaitu perkiraan atau ketentuan. Artinya Alloh swt dalam tradisinya menciptakan segala sesuatu, sesuai dengan perkiraan dan ketentuan yang telah dibuat-Nya. Ibarat anak panah tepat pada sasaran yang telah diperkirakan.
Ketiga, qadar yag diartikan satu paket dengan qadla’. Para filosof sering mengistilahkan qadla’ sebagai tujuan dari terciptanya sesuatu dan qadar sebagai sebuah kelaziman dari hal itu. Seperti api yang diciptakan dengan sifat panas, menurut mereka hal itu muncul melalui sebuah qadla’. Namun, kelaziman bahwa api itu membakar setiap benda yang tersentuh adalah hasil dari qadar, bukan dari qadla’. Argumen ini jelas sangat keliru, mestinya yang paling tepat kita pahami, qadla’ adalah satu hal yang berhubungan (ta’aluq) dengan sifat ‘ilmu dan qadar yang berhubungan dengan sifat iradah (kehendak Alloh). Wassalam
“wakullu syai’in ‘indahu bimiqdarin” (Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukuranya)
Dalam ayat ini Alloh swt secara tegas mengungkapkan, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini punya kadar atau jumlah, baik dalam zat maupun sifat. Misalnya kadar dalam zat yaitu ukuran sebuah benda atau partikel-partikel yang sering disebut dengan atom. Kalau dilihat dari indra kita, seakan atom tidak mempunyai ukuran. Namun tidak demikian, karena bisa dianalisa bahwa tatkala benda tersebut punya kadar tertentu, pasti atom-atom sebagai penyusunya juga punya kadar dan ukuran tertentu. Sedangkan kadar dalam sifat adalah adanya batas masa kelangsungan hidup atau batas masa edaran benda-benda angkasa.
Kedua, qadar dalam artian Al-taqdir, yaitu perkiraan atau ketentuan. Artinya Alloh swt dalam tradisinya menciptakan segala sesuatu, sesuai dengan perkiraan dan ketentuan yang telah dibuat-Nya. Ibarat anak panah tepat pada sasaran yang telah diperkirakan.
Ketiga, qadar yag diartikan satu paket dengan qadla’. Para filosof sering mengistilahkan qadla’ sebagai tujuan dari terciptanya sesuatu dan qadar sebagai sebuah kelaziman dari hal itu. Seperti api yang diciptakan dengan sifat panas, menurut mereka hal itu muncul melalui sebuah qadla’. Namun, kelaziman bahwa api itu membakar setiap benda yang tersentuh adalah hasil dari qadar, bukan dari qadla’. Argumen ini jelas sangat keliru, mestinya yang paling tepat kita pahami, qadla’ adalah satu hal yang berhubungan (ta’aluq) dengan sifat ‘ilmu dan qadar yang berhubungan dengan sifat iradah (kehendak Alloh). Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar