1 Muharram merupakan awal tahun dalam kalender islam, dimana tidak sedikit umat muslim dengan semangat merayakan tahun baru tersebut. Berbagai bentuk perayaan pun ditontonkan mulai malam tahun baru sampai awal tahun barunya, karnaval, pentas seni budaya, sampai ceramah agama, mulai dari anak-anak sampai orang tuapun tak luput untuk turut serta bersuka cita dalam perayaan tersebut.
Suatu kebanggaan bisa mendikasikan diri dalam perayaan hari-hari besar Islam, hal itu mencerminkan jiwa keislaman yang dimiliki masih kental dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan. Sehingga dalam moment-moment tertentu yang berbau islam jauh-jauh hari sudah dipersiapkan sebuah rencana untuk mengadakan kegiatan “gawe besar” pada moment tersebut, termasuk pada perayaan malam tahun baru islam.
Hanya saja, dari sekian bentuk perayaan tersebut, ada sedikit hal-hal yang cukup membuat mata ini perih bahkan begitu mencengangkan. Dimana disalah satu tempat, ada yang merayakannya dengan berjoget-joget ria layaknya di sebuah “diskotik” dengan diringi musik gambus, yang notabene musik beraliran islami, dan yang paling parah lagi hal itu dilakukan dihalaman musholla, dipinggir jalan raya, yang mana bahwa musholla merupan rumah Alloh, rumah suci bagi umat muslim untuk malakukan ibadah.
Dari perayaan itu tak sedikit laki-laki dan wanita membaur menjadi satu , dari anak-anak hingga orang tua, dan yang mayoritas adalah para remaja, dengan asyik para remaja tersebut berjoget-joget ria mengikuti lantunan musik yang disuguhkan. Keringat-keringat yang berkucuran mengindikasikan bahwa mereka begitu menikmati alunan musik tersebut, bahkan enggan untuk beranjak pulang hingga larut malam, samapi kegiatan selesai.
Mungkin sebagian yang melihat, ada beranggapan bahwa apa yang di tontonkan itu indentik dengan kebiasaan sebuah diskotik malam, hanya saja itu tempat terbuka.
Kalau dipahami secara sepintas bahwa ada semacam pergeseran nilai moral dan kebudayaan. Dari segi moral, dimana para pengunjung enggan untuk menggunakan pakaian islami, padahal itu merupakan acara islami, walau tidak seluruhnya, tapi mayoritas ,khususnya para kaum hawa tersebut, tidak sungkan-sungkan menggunakan pakaian yang serba menonjol.
Dari segi musik, dimana musik gambus yang disuguhkan, sedikit bergeser ke aliran musik disco, yang juga menjadi sedikit perangsang bagi para remaja untuk berjoget-joget, dan meloncat-loncat layaknya sebuah konser akbar,ditambah ajakan para personel musik yang memang sengaja mengajak para penonton untuk berjoget.
Entah pantas atau tidakkah tontonan itu…? Yang jelas penulis tidak mau menjustifikasi kegitan tersebut, sebab penulis bukanlah Tuhan, yang bisa dengan mudah mengklaim yang benar dan yang salah, mana yang mendapat pahala dan yang mendapat dosa.
Tapi alangkah lebih labih baik, kalau semuanya dijadikan sebagai bahan intropeksi diri serta dikembalikan kepada niat dan tujuan masing-masing individu. Wassalam
Suatu kebanggaan bisa mendikasikan diri dalam perayaan hari-hari besar Islam, hal itu mencerminkan jiwa keislaman yang dimiliki masih kental dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan. Sehingga dalam moment-moment tertentu yang berbau islam jauh-jauh hari sudah dipersiapkan sebuah rencana untuk mengadakan kegiatan “gawe besar” pada moment tersebut, termasuk pada perayaan malam tahun baru islam.
Hanya saja, dari sekian bentuk perayaan tersebut, ada sedikit hal-hal yang cukup membuat mata ini perih bahkan begitu mencengangkan. Dimana disalah satu tempat, ada yang merayakannya dengan berjoget-joget ria layaknya di sebuah “diskotik” dengan diringi musik gambus, yang notabene musik beraliran islami, dan yang paling parah lagi hal itu dilakukan dihalaman musholla, dipinggir jalan raya, yang mana bahwa musholla merupan rumah Alloh, rumah suci bagi umat muslim untuk malakukan ibadah.
Dari perayaan itu tak sedikit laki-laki dan wanita membaur menjadi satu , dari anak-anak hingga orang tua, dan yang mayoritas adalah para remaja, dengan asyik para remaja tersebut berjoget-joget ria mengikuti lantunan musik yang disuguhkan. Keringat-keringat yang berkucuran mengindikasikan bahwa mereka begitu menikmati alunan musik tersebut, bahkan enggan untuk beranjak pulang hingga larut malam, samapi kegiatan selesai.
Mungkin sebagian yang melihat, ada beranggapan bahwa apa yang di tontonkan itu indentik dengan kebiasaan sebuah diskotik malam, hanya saja itu tempat terbuka.
Kalau dipahami secara sepintas bahwa ada semacam pergeseran nilai moral dan kebudayaan. Dari segi moral, dimana para pengunjung enggan untuk menggunakan pakaian islami, padahal itu merupakan acara islami, walau tidak seluruhnya, tapi mayoritas ,khususnya para kaum hawa tersebut, tidak sungkan-sungkan menggunakan pakaian yang serba menonjol.
Dari segi musik, dimana musik gambus yang disuguhkan, sedikit bergeser ke aliran musik disco, yang juga menjadi sedikit perangsang bagi para remaja untuk berjoget-joget, dan meloncat-loncat layaknya sebuah konser akbar,ditambah ajakan para personel musik yang memang sengaja mengajak para penonton untuk berjoget.
Entah pantas atau tidakkah tontonan itu…? Yang jelas penulis tidak mau menjustifikasi kegitan tersebut, sebab penulis bukanlah Tuhan, yang bisa dengan mudah mengklaim yang benar dan yang salah, mana yang mendapat pahala dan yang mendapat dosa.
Tapi alangkah lebih labih baik, kalau semuanya dijadikan sebagai bahan intropeksi diri serta dikembalikan kepada niat dan tujuan masing-masing individu. Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar